Agaknya perpecahan (tafarruq)
masih menyelimuti kaum muslimin dewasa ini, khususnya sebagai dampak
dari kacau-balaunya bidang ijtima'i
(kemasyarakatan) dan bidang siyasi
(politik). Padahal perpecahan adalah bentuk pengkufuran terhadap
sejarah dijadikannya ummat Islam sebagai ikhwan
setelah dahulu berpecah-belah untuk sekian lamanya di zaman
jahiliyah. [Q.S. Ali Imran: 109].
Persaudaraan maupun perpecahan dasarnya merupakan urusan hati, maka
untuk merajut kembali hikmah yang hilang
itu haruslah digunakan pendekatan dari hati ke hati atas dasar
keimanan. Misalnya melalui pendekatan shuluh
bainal muslimin (jaminan kedamaian antar kaum
muslimin). Alloh swt berfirman:
إنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka
damaikanlah antara kedua saudaaramu.
Perangkah kaum muslimin sehingga harus diadakan shuluh?
Perang secara fisik memang belum nampak, akan tetapi perang mulut,
perang urat syaraf, dan perang pemikiran rasanya ihwal yang tidak
bisa ditutup-tutupi. Bisa jadi ini dampak dari sikap ujub dan
arogansi yang dikatakan menjadi pembuka pintu-pintu keburukan.
Bagaimana cara mewujudkan shuluh bainal
muslimin?
Setidak-tidaknya proses awal untuk itu adalah meningkatkan kapasitas
akhlakul karimah yang
menjadi buah dari keimanan, dengan realisasinya:
I. Menghindari segala penyakit yang akan merobohkan
sendi-sendi persaudaraan:
1.1. As Sukhriyah
(mengolok-olok). 1.4. Ad
Dhon As Suu' (dugaan yang jelek).
1.2. Ath Tho'nu binnaas
(menghujat). 1.5. Tajassus
(meneliti kesalahan orang lain).
1.3. Al Alqaab Al Makruhah
(julukan yang tidak disukai). 1.6. Ghibah
(menggunjing).
II. Mengungkapkan nasehat, informasi, dan dialog
dengan bahasa yang baik. Hendaknya dihindari
bahasa emosi, sentiman pribadi, dan kebencian dalam ucapan.
Prediksi Rosulullah saw akan adanya dakhon
(luarnya tampak baik namun dalamnya rusak),
yaitu "qoumun
yahduuna bighoiri hadyin. Ta'rifu minhum watunkiru"
yaitu kaum yang menunjukkan dengan tanpa petunjuk; Kamu ketahui
kebaikannya namun kamu pun menemui hal yang diingkari darinya.
Alloh swt berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِىْ
يَقُوْلُوْا الَّتِىْ هِىَ أَحْسَنُ
Dan katakan pada hamba-hambaKu: "Hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik."
Apabila perpecahan dan penyulutnya tersebut tidak
dihindari maka munculnya fitnah yang lebih dahsyat dan kompleks
merupakan suatu keniscayaan. Ummat Islam dapat terjebak pada kondisi
yang tidak menguntungkan, bisa jadi nyata sinyalemen Al Qur'an bahwa
sebagian kaum muslimin akan merasakan keganasan sebagian lainnya
(idzaqoh), atau
misalnya PDI-P menang pada Pemilu besok.. Menurut Raghib
Al Asfahani, fitnah identik dengan suatu
kejadian yang tidak diinginkan seperti musibah, azab, kema'shiatan,
pembunuhan, kerusuhan, pembakaran, kegaduhan, pertentangan, sampai
peristiwa huru-hara.
Sekian dari alamat zaman fitnah ialah sulitnya dibedakan mana
kebaikan dan kerusakan, tidak bisanya dilakukan amal perbuatan secara
sempurna, dan sukarnya mencari jalan keluar darinya karena kesukaran
menentukan penyebab dari fitnah itu. Adalah Rasulullah saw bersabda:
بَادِرُوْا
بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَسَتَكُوْنُ
فِتَنٌ كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
Bersegeralah melakukan amal-amal kebajikan; sebab
akan ada fitnah-fitnah datang seperti bagian-bagian malam yang gelap
gulita.
Seperti halnya bagian-bagian malam yang gelap
gulita, maka keberadaan fitnah dari waktu ke waktu bukannya
bertambah mereda, melainkan akan bertambah besar, bergejolak, membara
dan bertambah luas cakupannya. Kecuali bila sudah fajar menyingsing,
yakni apabila ada keterlibatan dari tangan kekuasaan Allah swt yang
berkehendak lain. Umpamanya apabila terdapat peran yang kuat dari
Jundul Lail (pasukan
malam) yang senantiasa bermunajat lillahi
ta'ala. Siasat ini pernah dilaksanakan oleh
menteri dinasti Saljuk bernama Nidzomul Muluk
Hasan bin Ali At Thusi.
Bagaimana bersikap agar selamat dari fitnah?
Setidaknya bisa dipilih salah satu dari dua pilihan. Pertama
pada zaman fitnah, hendaknya beraktivitas
seperti sedia kala seraya beribadah dengan baik (termasuk berdoa
menghindari fitnah). Atau kedua terjun
dengan potensinya ke medan laga dengan satu sasaran yaitu kaum
kuffar, bukan terjebak pada perlawanan antar ummat Islam. Dengan ini
diharapkan terbina shuluh bainal muslimin.
Ummu Malik Al Bahziyyah bertanya:
.يَا
رَسُوْلَ اللهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ
فِى الْفِتْنَةِ؟ رَجُلٌ فِى مَاشِيَتِهِ
يُؤَدِّىْ حَقَّهَا وَيَعْبُدُ رَبَّهُ
، وَرَجُلٌ أَخَذَ بِرَأْسِ فَرَسِه
يُخِيْفُ الْعَدُوَّ وَيُخَوِّفُوْنَهُ
Ya Rasulullah! Siapakah sebaik-baik manusia di zaman
fitnah? Dialah orang yang menunaikan hak ternaknya sekalian menyembah
Robbnya. Dan orang yang mengendalikan kepala kudanya untuk
menakut-nakuti musuh dan musuh pun menakut-nakutinya.
والله
سبحانه وتعالى أعلم